Tidak Memanfaatkan Kekuasaan

Pada suatu hari ketika menjadi khalifah Ali bin Abi Thalib kedatangan saudaranya, yaitu Aqil bin Abi Thalib. Aqil lalu menceritakan maksud kedatangannya yaitu untuk meminta bantuan Ali untuk memutihkan hutangnya secara cepat.

"Berapa banyak hutangmu ?" tanya Ali

"Seratus ribu dirham" jawab saudaranya

"Wah, seratus ribu dirham, banyak sekali" Ali terkejut
"Mohon maaf saudaraku, aku tak mempunyai uang sebanyak itu untuk melunasi hutangmu. Namun tunggulah hingga waktu pembayaran gaji. Aku akan memotong bagianku dan memberikannya kepadamu. Jika keluargaku tidak membutuhkan, tentunya aku akan memberimu seluruh pendapatanku."

Apa ? Aku harus menunggumu hingga saat gajian?" ucap Aqil sambil terkejut

"Simpanan publik dan kas negara berada dalam genggamanmu, tetapi kau tetap menunggu hingga saat pembayaran gaji. Kau kan bisa menarik dana sebesar apapun yang kau inginkan dari kas negara? Lagi pula, berapa sih jatahmu dari kas negara? Bahkan seandainya kau memberikan seluruh bagianmu, aku sangsi bisa membebaskan utangku seluruhnya," lanjut Aqil

Ali lalu menjawab " Memang benar saudaraku. oleh karena itu, aku harus membantumu dengan uang pribadiku semampunya, bukan dari uang masyarakat".



Percakapan terus berlanjut. Aqil tetap mendesak agar Ali memberikan uang dalam jumlah cukup dari kas negara, sehingga ia bisa melunasi utangnya. Karena desakan saudaranya tersebut, maka Ai berkata "Jika kau bersikeras mendesakku, aku punya usul lain. Jika kau mau menerima usulku, kau bisa melunasi semua hutangmu, bahkan masih memiliki banyak kelebihan.

"Apa yang bisa aku lakukan?" Aqil pun penasaran.

"Di bawah sana terdapat kotak penyumpan uang. Begitu psar bubar dan tak seorang pun di sana. Segeralah ke sana dan bongkar kotak tersebut. Ambil sebanyak yang kau inginkan" Ali menjelaskan usulnya.

"Memangnya, kepunyaan siapa kotak-kotak itu?" tanya Aqil.

"Milik para saudagar pasar. Mereka menyimpan uangnya di situ." jawab Ali

"Aneh ! Kau menyuruhku membongkar kotak milik orang lain dan mengambil hasil jerih payah orang-orang miskin tersebut, sementara mereka meninggalkan uang tese but di sana dan pulang ke rumah dengan bertawakkal kepada Allah?" Aqil bertanya.

"Lalu, mengapa kau menyuruhku membuka ktak kas negara untuk keperluanmu? Memangnya itu milik siapa? Itu juga milik orang-orang yang sedang terlelap di rumah mereka. Aku masih memiliki usul lain. Itupun kalau kau mau," Kata Ali.

"Apa itu?" tanya Aqil

"Jika kau setuju, ambillah pedangmu. Aku juga akan mengambil pedangku. Di kawasan elit Kufah, ada kota tua bernama Hairah, tempat para saudagar dan orang kaya tinggal Kita pergi bersama ke sana dan daam kegelapan malam kita menyerang secara mendadak, lalu mengangkut hasil yang berlimpah" Ali menawarkan usulnya.

"Saudaraku, aku datang ke sini bukan untuk merampok seperti yang kau usulkan" demikian Aqil menolak usul itu.

Bukankah lebih baik mencuri harta milik satu orang ketimbang jutaan Muslim, yang berarti mencuri dari seluruh kaum Muslimin?" Ali balik bertanya

"Kau beranggapan bahwa mengambil milik seseorang dengan kekuatan pedang adalah suatu pencurian. Lalu bagaiman dengan pengambilan dari orang-orang yang tak berdosa? Kau anggap bahwa pencurian dilakukan hanya dengan menyerang seseorang lalu mengambil hartanya secara paksa. padahal, jenis pencurian yang paling sederhana adalah seperti yang saat ini kau usulkan kepadaku.

Begituah ceritanyaaaaaaa, "Ala Aki cerita si kancil pada zaman dahulu" :D

Sering sekali kita memanfaatkan situasi ketika kita menjadi seorang pemimpin, seolah-olah kita yang punya segalanya. Padahal semua itu hanya amanah yang diberikan Allah kepada kita untuk memimpin sesuatu agar menjadi lebih baik.

Ali sangat cerdas menganalogikan hal tersebut ke dalam cerita yang lain. Ali salah satu contoh pemimpin yang sangat kita rindukan di zaman ini. Mudah-mudahan akan lahir dari keturunan kita orang yang mirip seperti Ali. Aamiin

Sumber : Buku "Oase Kehidupan" Karya Abu Dzikra dan Sodik Hasanuddin

0 Comments:

Post a Comment